Kamis, 24 Oktober 2024

 

KONEKSI ANTAR MATERI
MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

Salah satu ungkapan Ki Hajar Dewantara yang memuat visi pendidikan yakni: Maksud Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Visi pendidikan yang dimaksud adalah anak-anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Bagi saya ini merupakan sebuah pekerjaan besar bagi seorang pendidik sebab mencapai keselamatan dan kebahagiaan bukanlah perkara mudah seperti membalik telapak tangan. Di samping itu indikator keselamatan dan kebahagiaan untuk setiap anak sebagai individu tidak bisa digeneralisasi.

Di lain hal, saat ini kita tengah berada di abad 21 yang mana segala sesuatu berubah dengan sangat cepat. Perkembangan dunia abad 21 yang ditandai dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu masif dalam segala bidang kehidupan,termasuk dalam dunia pendidikan. Perkembangan yang terjadi menyebabkan setiap dunia kerja menuntut perubahan kompetensi dan keterampilan. Hal ini tentu menjadi PR besar bagi pendidik agar menyiapkan murid untuk bersaing di abad 21 ini. Jika murid tidak disiapkan dengan baik dalam hal kompetensi dan keterampilan maka dapat dipastikan mereka akan tersisih dan kalah saing dari mereka punya kompetensi dan keterampilan. Ini menjadi tantangan besar di abad 21 ini.

Dari ungkapan KHD di atas tentang visi pendidikan dan fakta tentang tantangan abad 21 maka saya menemukan satu kesamaan dalam hal peran seorang pendidik. Pendidik harus menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan serta mampu menjawab tantangan abad 21. Kodrat yang dimaksudkan oleh KHD adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam diartikan sebagai lingkungan alam tempat anak tumbuh, baik kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Kodrat alam berhubungan juga dengan karakter dasar anak. Guru haruslah menuntun anak sesuai dengan karakteristiknya dan menjadi teladan positif bagi mereka dalam hal karakter. Selanjutnya kodrat zaman diartikan perubahan dari waktu ke waktu. Guru menuntun murid sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya, dan menyesuaikan diri.

Dalam upaya mewujudkan visi pendidikan ini serta menjawab tantangan abad 21 maka diperlukan suatu rencana strategis. Rencana strategis yang dipecah-pecah dalam bentuk yang sederhana menjadi rencana taktis. Rencana strategis dan rencana taktis ini merupakan sumber daya yang dipergunakan dalam rangka pencapaian visi pendidikan. Rencana ini dapat digunakan adalah Inkuiri Apresiatif (IA). IA merupakan manajemen perubahan secara kolaboratif dan berbasis pada kekuatan. Setiap orang pada dasarnya memiliki inti positif yang dapat memberi kontribusi melalui hal-hal yang positif yang pernah dicapai dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki sehingga bisa menentukan langkah selanjutnya.

Selanjutnya salah satu model IA yang dapat digunakan dalam pencapaian visi adalah BAGJA. BAGJA dalam Bahasa Sunda berarti Bahagia. Ada beberapa tahapan dari BAGJA yaitu:

1.      Buat Pertanyaan

Hal ini bertujuan untuk menentukan arah penelusuran dengan beberapa pertanyaan, yang kemudian diambil kalimat utama. Pertanyaan utama yang akan menentukan arah investigasi kekuatan/potensi/peluang.

2.      Ambil Pelajaran

Digunakan untuk menuntun mengambil pelajaran atau hikmah. Pada tahapan ini menentukan bagaimana cara kita menggali fakta, memperoleh data, melibatkan multiunsur (diskusi kelompok kecil atau besar).

3.      Gali Mimpi

Menggali mimpi, keadaan ideal yang diinginkan bisa dengan menyusun narasi keadaan yang diinginkan. Pada tahapan ini menyusun diskripsi kolektif bilamana insiatif terwujud. Kemudian mengalokasikan kesempatan untuk berproses bersama, multi unsur (kapan, dimana, siapa saja).

4.      Jabarkan Rencana

Mengidentifikasi tindakan yang diperlukan. Pada tahapan ini mengidentifikasi tindakan konkret yang diperlukan untuk menjalankan langkah-langkah kecil sederhana yang dapat dilakukan segera, dan langkah berani/terobosan yang akan memudahkan keseluruhan pencapaian.

5.      Atur Eksekusi

Membantu transformasi rencana menjadi nyata. Pada tahap ini menentukan siapa yang berperan/dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

 

Bagi saya, BAGJA membuat rencana yang sejatinya kompleks menjadi sederhana dan terukur serta mudah untuk dilaksanakan. Saya pun percaya bahwa dengan BAGJA, pencapaian visi akan perlahan-lahan terwujud dan akan menjawab tantangan pendidikan abad 21. Ini tentu membutuhkan komitmen yang kuat dari kita sebagai pendidik.





Koneksi Antar Materi Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis 

Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam dan Bahagia
Saya Yerison Daniel Tapatab, calon guru penggerak angkatan 11 dari UPTD SMP Negeri 2 Amfoang Selatan, Kab. Kupang, NTT. Dalam postingan kali ini, saya akan menyampaikan rangkuman berdasarkan pembelajaran pada Modul 3.1 Program Guru Penggerak yaitu Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”. Bob Talbert 

Kutipan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan, kemampuan teknis seperti menghitung itu penting, tetapi nilai-nilai dan prinsip yang mendasari apa yang kita ajarkan jauh lebih berharga. Dalam konteks pembelajaran pada modul ini, kutipan ini menekankan pentingnya fokus pada pengembangan karakter dan pemahaman nilai-nilai dalam pendidikan. Misalnya, saat mengajarkan keterampilan atau pengetahuan, penting untuk selalu mengaitkannya dengan konteks yang lebih luas seperti tanggung jawab sosial, empati, dan integritas. Dengan cara ini, murid tidak hanya belajar untuk mencapai angka atau hasil, tetapi juga memahami makna di balik pembelajaran mereka. 

Pada modul ini, kita belajar bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Berikut ini akan diuraikan rangkuman kesimpulan pembelajaran berdasarkan beberapa pertanyaan pemandu yang tersedia dalam modul pembelajaran.

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Ketika mendengar nama Ki Hajar Dewantoro, pikiran kita langsung tertuju pada istilah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya di depan memberikan teladan; Ing Madyo Mbangun Karso, artinya di tengah memberi semangat. Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan. Ketiga kalimat yang penuh makna ini juga dikenal sebagai Pratap Triloka.
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, Pratap Triloka dapat dijadikan sebagai landasan pijak pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, seorang pemimpin harus mampu mengambil sebuah keputusan yang bijaksana dan berpihak kepada yang dipimpin. Selanjutnya dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin dapat menjadikan dirinya sebagai teladan di mana keputusan yang diambil bertujuan untuk membangun semangat orang-orang yang dipimpinnya, dan memberikan motivasi kepada orang-orang yang dipimpin untuk dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Dalam hal pengambilan keputusan dapat merujuk pada prinsip pengambilan keputusan yang dipelajari dalam modul ini antara lain:  berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking). Prinsip yang digunakan dalam pengambilan keputusan biasanya merujuk pada nilai-nilai yang dianut oleh pembuat keputusan. Orang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan integritas cenderung untuk mengambil keputusan berdasarkan peraturan yang ada, orang yang menjunjung tinggi nilai tanggung jawab cenderung akan mengambil keputusan berbasis hasil akhir, dan orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kepedulian cenderung akan mengambil keputusan berbasis rasa peduli. Saya sendiri memiliki sikap menolong sesama sehingga sering kali keputusan yang saya buat selalu merujuk pada prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Coaching dengan alur TIRTA dapat membantu guru untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, sehingga dapat membantu coachee untuk menyelesaikan masalahnya dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot. Model alur TIRTA sangat berkaitan dengan 9 langkah pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, coaching memberikan kita dukungan dalam proses pengambilan keputusan dengan memfasilitasi refleksi, evaluasi, dan pengembangan keterampilan. Sudah tentu memang kasusnya bersifat dilematis namun melalui pertanyaan berbobot dari coach akan sangat membantu coach mengidentifikasi kasus dilematis dan memutuskan mana yang terbaik. Ini memungkinkan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih efektif serta menghadapi tantangan dengan lebih percaya diri.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya dapat berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan, terutama dalam menghadapi dilema etika. Hal ini karena dilema etika seringkali melibatkan nilai-nilai sosial dan moral yang rumit dan tidak jelas, yang memerlukan pemahaman mendalam tentang emosi dan interaksi sosial. Dalam konteks ini, guru yang memiliki kemampuan mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan lebih mampu mengatasi situasi dilema etika dengan cara yang lebih baik. Guru yang empatik dan memiliki kemampuan untuk mengelola hubungan interpersonal yang baik dengan murid dapat membantu menciptakan lingkungan kelas yang aman dan menyenangkan, sehingga murid merasa nyaman untuk membuka diri tentang masalah yang mereka hadapi. Guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya dapat membantu murid dalam memahami perbedaan pandangan, mengeksplorasi alternatif solusi, dan membantu murid dalam memilih tindakan yang paling tepat dari segi moral dan sosial. Oleh karena itu, guru yang memiliki kemampuan sosial dan emosional yang baik, akan lebih mampu membimbing murid dalam memecahkan dilema etika dengan cara yang etis dan benar.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Ketika seorang pendidik menghadapi sebuah studi kasus yang berkaitan dengan masalah moral atau etika, maka nilai-nilai yang dianutnya dapat menjadi acuan dalam mengambil keputusan. Misalnya, jika seorang pendidik memiliki nilai kejujuran yang tinggi, maka ketika dihadapkan pada sebuah studi kasus yang melibatkan kejujuran, maka keputusan yang diambil akan selalu berlandaskan pada nilai kejujuran tersebut. Selain itu, pendidik juga dapat menggunakan nilai-nilai yang dianutnya untuk membantu murid dalam memahami dan menyelesaikan masalah moral atau etika. Dengan mengajarkan nilai-nilai tersebut, murid akan lebih mudah memahami pentingnya mengambil keputusan yang berlandaskan pada moral dan etika yang baik.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Pengambilan keputusan yang tepat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Dalam lingkungan pembelajaran penting bagi guru dan murid untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah atau situasi yang dihadapi. Keputusan yang tepat dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif dan positif untuk pembelajaran. Sebaliknya, keputusan yang salah dapat merusak lingkungan kelas dan menghambat pembelajaran murid.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda
Pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika akan mempertentangkan dua pihak yang berbeda kepentingan. Ini yang saya temui di lingkungan saya. Tentu setiap pihak akan mempertahankan kebenaran yang diyakini. Pertentangan antara dua pihak biasanya karena perbedaan nilai yang dianut oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Bagi saya ini yang menjadi tantangan terbesar dalam pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakter dan moral murid. Keputusan seorang pendidik sebagai seorang pemimpin pembelajaran akan sangat menentukan masa depan murid. Seorang pendidik diharapkan dapat membuat keputusan yang memerdekakan murid dalam belajar sehingga kebutuhan belajarnya tercapai yang pada akhirnya murid dapat mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Setelah mempelajari modul 3.1, saya sudah mampu membedakan manakah yang termasuk dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika terkait dengan dua hal yang sama-sama benar sedangkan bujukan moral terkait dengan dua hal yang satunya salah sedangkan yang lain benar.
Selanjutnya, saya juga mempelajari tentang 4 paradigma pengambilan keputusan yakni Individu lawan kelompok (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). Di samping itu saya juga belajar tentang prinsip pengambilan keputusan yakni berpikir berbasis akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli.
Selanjutnya untuk memandu dalam pengambilan keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil, ada 9 langkah yang dapat dilakukan. Kesembilan langkah tersebut antara lain:
  • mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan;
  • menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini;
  • kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini;
  • pengujian benar atau salah;
  • pengujian paradigma benar lawan benar;
  • pelakukan prinsip resolusi;
  • investigasi opsi trilema;
  • buat keputusan;
  • lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Pernah. Bedanya dengan apa yang sudah saya pelajari dalam modul adalah bahwa di modul saya mengenal beberapa jenis uji sebelum pengambilan keputusan. Sedangkan untuk sebelumnya, saya hanya menggunakan satu jenis uji.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Setelah mempelajari modul ini saya akan menerapkan beberapa jenis uji yang ada agar menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab, berpihak pada murid, dan berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Sebagai individu dengan mempelajari modul ini saya bisa melihat sebuah dilema dari banyak sisi sebelum memutuskan sehingga akhirnya kebutusan yang saya ambil merupakan sebuah keputusan bijaksana. Sebagai seorang pemimpin, modul ini membuat saya belajar bahwa apapun kasusnya saya harus mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan sebab itu semua adalah hal mendasar agar tidak ada konflik kepentingan yang berkepanjangan pasca pengambilan keputusan. Melaksanakan 9 langkah uji untuk pengambilan keputusan dapat menjadi modal penting bagi saya dalam proses pengambilan keputusan untuk kasus-kasus dilema etika.