Kamis, 24 Oktober 2024

 

KONEKSI ANTAR MATERI
MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

Salah satu ungkapan Ki Hajar Dewantara yang memuat visi pendidikan yakni: Maksud Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Visi pendidikan yang dimaksud adalah anak-anak mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Bagi saya ini merupakan sebuah pekerjaan besar bagi seorang pendidik sebab mencapai keselamatan dan kebahagiaan bukanlah perkara mudah seperti membalik telapak tangan. Di samping itu indikator keselamatan dan kebahagiaan untuk setiap anak sebagai individu tidak bisa digeneralisasi.

Di lain hal, saat ini kita tengah berada di abad 21 yang mana segala sesuatu berubah dengan sangat cepat. Perkembangan dunia abad 21 yang ditandai dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu masif dalam segala bidang kehidupan,termasuk dalam dunia pendidikan. Perkembangan yang terjadi menyebabkan setiap dunia kerja menuntut perubahan kompetensi dan keterampilan. Hal ini tentu menjadi PR besar bagi pendidik agar menyiapkan murid untuk bersaing di abad 21 ini. Jika murid tidak disiapkan dengan baik dalam hal kompetensi dan keterampilan maka dapat dipastikan mereka akan tersisih dan kalah saing dari mereka punya kompetensi dan keterampilan. Ini menjadi tantangan besar di abad 21 ini.

Dari ungkapan KHD di atas tentang visi pendidikan dan fakta tentang tantangan abad 21 maka saya menemukan satu kesamaan dalam hal peran seorang pendidik. Pendidik harus menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan serta mampu menjawab tantangan abad 21. Kodrat yang dimaksudkan oleh KHD adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam diartikan sebagai lingkungan alam tempat anak tumbuh, baik kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Kodrat alam berhubungan juga dengan karakter dasar anak. Guru haruslah menuntun anak sesuai dengan karakteristiknya dan menjadi teladan positif bagi mereka dalam hal karakter. Selanjutnya kodrat zaman diartikan perubahan dari waktu ke waktu. Guru menuntun murid sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya, dan menyesuaikan diri.

Dalam upaya mewujudkan visi pendidikan ini serta menjawab tantangan abad 21 maka diperlukan suatu rencana strategis. Rencana strategis yang dipecah-pecah dalam bentuk yang sederhana menjadi rencana taktis. Rencana strategis dan rencana taktis ini merupakan sumber daya yang dipergunakan dalam rangka pencapaian visi pendidikan. Rencana ini dapat digunakan adalah Inkuiri Apresiatif (IA). IA merupakan manajemen perubahan secara kolaboratif dan berbasis pada kekuatan. Setiap orang pada dasarnya memiliki inti positif yang dapat memberi kontribusi melalui hal-hal yang positif yang pernah dicapai dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki sehingga bisa menentukan langkah selanjutnya.

Selanjutnya salah satu model IA yang dapat digunakan dalam pencapaian visi adalah BAGJA. BAGJA dalam Bahasa Sunda berarti Bahagia. Ada beberapa tahapan dari BAGJA yaitu:

1.      Buat Pertanyaan

Hal ini bertujuan untuk menentukan arah penelusuran dengan beberapa pertanyaan, yang kemudian diambil kalimat utama. Pertanyaan utama yang akan menentukan arah investigasi kekuatan/potensi/peluang.

2.      Ambil Pelajaran

Digunakan untuk menuntun mengambil pelajaran atau hikmah. Pada tahapan ini menentukan bagaimana cara kita menggali fakta, memperoleh data, melibatkan multiunsur (diskusi kelompok kecil atau besar).

3.      Gali Mimpi

Menggali mimpi, keadaan ideal yang diinginkan bisa dengan menyusun narasi keadaan yang diinginkan. Pada tahapan ini menyusun diskripsi kolektif bilamana insiatif terwujud. Kemudian mengalokasikan kesempatan untuk berproses bersama, multi unsur (kapan, dimana, siapa saja).

4.      Jabarkan Rencana

Mengidentifikasi tindakan yang diperlukan. Pada tahapan ini mengidentifikasi tindakan konkret yang diperlukan untuk menjalankan langkah-langkah kecil sederhana yang dapat dilakukan segera, dan langkah berani/terobosan yang akan memudahkan keseluruhan pencapaian.

5.      Atur Eksekusi

Membantu transformasi rencana menjadi nyata. Pada tahap ini menentukan siapa yang berperan/dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

 

Bagi saya, BAGJA membuat rencana yang sejatinya kompleks menjadi sederhana dan terukur serta mudah untuk dilaksanakan. Saya pun percaya bahwa dengan BAGJA, pencapaian visi akan perlahan-lahan terwujud dan akan menjawab tantangan pendidikan abad 21. Ini tentu membutuhkan komitmen yang kuat dari kita sebagai pendidik.





Koneksi Antar Materi Modul 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis 

Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam dan Bahagia
Saya Yerison Daniel Tapatab, calon guru penggerak angkatan 11 dari UPTD SMP Negeri 2 Amfoang Selatan, Kab. Kupang, NTT. Dalam postingan kali ini, saya akan menyampaikan rangkuman berdasarkan pembelajaran pada Modul 3.1 Program Guru Penggerak yaitu Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”. Bob Talbert 

Kutipan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan, kemampuan teknis seperti menghitung itu penting, tetapi nilai-nilai dan prinsip yang mendasari apa yang kita ajarkan jauh lebih berharga. Dalam konteks pembelajaran pada modul ini, kutipan ini menekankan pentingnya fokus pada pengembangan karakter dan pemahaman nilai-nilai dalam pendidikan. Misalnya, saat mengajarkan keterampilan atau pengetahuan, penting untuk selalu mengaitkannya dengan konteks yang lebih luas seperti tanggung jawab sosial, empati, dan integritas. Dengan cara ini, murid tidak hanya belajar untuk mencapai angka atau hasil, tetapi juga memahami makna di balik pembelajaran mereka. 

Pada modul ini, kita belajar bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Berikut ini akan diuraikan rangkuman kesimpulan pembelajaran berdasarkan beberapa pertanyaan pemandu yang tersedia dalam modul pembelajaran.

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Ketika mendengar nama Ki Hajar Dewantoro, pikiran kita langsung tertuju pada istilah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya di depan memberikan teladan; Ing Madyo Mbangun Karso, artinya di tengah memberi semangat. Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan. Ketiga kalimat yang penuh makna ini juga dikenal sebagai Pratap Triloka.
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, Pratap Triloka dapat dijadikan sebagai landasan pijak pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, seorang pemimpin harus mampu mengambil sebuah keputusan yang bijaksana dan berpihak kepada yang dipimpin. Selanjutnya dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin dapat menjadikan dirinya sebagai teladan di mana keputusan yang diambil bertujuan untuk membangun semangat orang-orang yang dipimpinnya, dan memberikan motivasi kepada orang-orang yang dipimpin untuk dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Dalam hal pengambilan keputusan dapat merujuk pada prinsip pengambilan keputusan yang dipelajari dalam modul ini antara lain:  berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking), berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking). Prinsip yang digunakan dalam pengambilan keputusan biasanya merujuk pada nilai-nilai yang dianut oleh pembuat keputusan. Orang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan integritas cenderung untuk mengambil keputusan berdasarkan peraturan yang ada, orang yang menjunjung tinggi nilai tanggung jawab cenderung akan mengambil keputusan berbasis hasil akhir, dan orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kepedulian cenderung akan mengambil keputusan berbasis rasa peduli. Saya sendiri memiliki sikap menolong sesama sehingga sering kali keputusan yang saya buat selalu merujuk pada prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Coaching dengan alur TIRTA dapat membantu guru untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, sehingga dapat membantu coachee untuk menyelesaikan masalahnya dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot. Model alur TIRTA sangat berkaitan dengan 9 langkah pengambilan keputusan. Secara keseluruhan, coaching memberikan kita dukungan dalam proses pengambilan keputusan dengan memfasilitasi refleksi, evaluasi, dan pengembangan keterampilan. Sudah tentu memang kasusnya bersifat dilematis namun melalui pertanyaan berbobot dari coach akan sangat membantu coach mengidentifikasi kasus dilematis dan memutuskan mana yang terbaik. Ini memungkinkan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan lebih efektif serta menghadapi tantangan dengan lebih percaya diri.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya dapat berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan, terutama dalam menghadapi dilema etika. Hal ini karena dilema etika seringkali melibatkan nilai-nilai sosial dan moral yang rumit dan tidak jelas, yang memerlukan pemahaman mendalam tentang emosi dan interaksi sosial. Dalam konteks ini, guru yang memiliki kemampuan mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan lebih mampu mengatasi situasi dilema etika dengan cara yang lebih baik. Guru yang empatik dan memiliki kemampuan untuk mengelola hubungan interpersonal yang baik dengan murid dapat membantu menciptakan lingkungan kelas yang aman dan menyenangkan, sehingga murid merasa nyaman untuk membuka diri tentang masalah yang mereka hadapi. Guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya dapat membantu murid dalam memahami perbedaan pandangan, mengeksplorasi alternatif solusi, dan membantu murid dalam memilih tindakan yang paling tepat dari segi moral dan sosial. Oleh karena itu, guru yang memiliki kemampuan sosial dan emosional yang baik, akan lebih mampu membimbing murid dalam memecahkan dilema etika dengan cara yang etis dan benar.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Ketika seorang pendidik menghadapi sebuah studi kasus yang berkaitan dengan masalah moral atau etika, maka nilai-nilai yang dianutnya dapat menjadi acuan dalam mengambil keputusan. Misalnya, jika seorang pendidik memiliki nilai kejujuran yang tinggi, maka ketika dihadapkan pada sebuah studi kasus yang melibatkan kejujuran, maka keputusan yang diambil akan selalu berlandaskan pada nilai kejujuran tersebut. Selain itu, pendidik juga dapat menggunakan nilai-nilai yang dianutnya untuk membantu murid dalam memahami dan menyelesaikan masalah moral atau etika. Dengan mengajarkan nilai-nilai tersebut, murid akan lebih mudah memahami pentingnya mengambil keputusan yang berlandaskan pada moral dan etika yang baik.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
Pengambilan keputusan yang tepat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Dalam lingkungan pembelajaran penting bagi guru dan murid untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah atau situasi yang dihadapi. Keputusan yang tepat dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif dan positif untuk pembelajaran. Sebaliknya, keputusan yang salah dapat merusak lingkungan kelas dan menghambat pembelajaran murid.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda
Pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika akan mempertentangkan dua pihak yang berbeda kepentingan. Ini yang saya temui di lingkungan saya. Tentu setiap pihak akan mempertahankan kebenaran yang diyakini. Pertentangan antara dua pihak biasanya karena perbedaan nilai yang dianut oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Bagi saya ini yang menjadi tantangan terbesar dalam pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika.

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membentuk karakter dan moral murid. Keputusan seorang pendidik sebagai seorang pemimpin pembelajaran akan sangat menentukan masa depan murid. Seorang pendidik diharapkan dapat membuat keputusan yang memerdekakan murid dalam belajar sehingga kebutuhan belajarnya tercapai yang pada akhirnya murid dapat mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Setelah mempelajari modul 3.1, saya sudah mampu membedakan manakah yang termasuk dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika terkait dengan dua hal yang sama-sama benar sedangkan bujukan moral terkait dengan dua hal yang satunya salah sedangkan yang lain benar.
Selanjutnya, saya juga mempelajari tentang 4 paradigma pengambilan keputusan yakni Individu lawan kelompok (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). Di samping itu saya juga belajar tentang prinsip pengambilan keputusan yakni berpikir berbasis akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli.
Selanjutnya untuk memandu dalam pengambilan keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil, ada 9 langkah yang dapat dilakukan. Kesembilan langkah tersebut antara lain:
  • mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan;
  • menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini;
  • kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini;
  • pengujian benar atau salah;
  • pengujian paradigma benar lawan benar;
  • pelakukan prinsip resolusi;
  • investigasi opsi trilema;
  • buat keputusan;
  • lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Pernah. Bedanya dengan apa yang sudah saya pelajari dalam modul adalah bahwa di modul saya mengenal beberapa jenis uji sebelum pengambilan keputusan. Sedangkan untuk sebelumnya, saya hanya menggunakan satu jenis uji.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Setelah mempelajari modul ini saya akan menerapkan beberapa jenis uji yang ada agar menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab, berpihak pada murid, dan berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Sebagai individu dengan mempelajari modul ini saya bisa melihat sebuah dilema dari banyak sisi sebelum memutuskan sehingga akhirnya kebutusan yang saya ambil merupakan sebuah keputusan bijaksana. Sebagai seorang pemimpin, modul ini membuat saya belajar bahwa apapun kasusnya saya harus mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan sebab itu semua adalah hal mendasar agar tidak ada konflik kepentingan yang berkepanjangan pasca pengambilan keputusan. Melaksanakan 9 langkah uji untuk pengambilan keputusan dapat menjadi modal penting bagi saya dalam proses pengambilan keputusan untuk kasus-kasus dilema etika.



Senin, 15 Juli 2024

KONEKSI ANTAR MATERI 

(Kesimpulan dan Refleksi)

Modul 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak)




Pembelajaran pada modul 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak) dalam program Pendidikan Guru Penggerak ini pun menggunakan alur merdeka. Setelah melalui alur: mulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman, tibalah pada alur koneksi antar materi sebelum aksi nyata. Pada koneksi antar materi ini, calon guru penggerak ditantang untuk melakukan refleksi menggunakan Model 4P yang sudah dipaparkan dalam Eksplorasi Konsep. Berikut uraian refleksi saya setelah mempelajari modul 1.1 hingga modul 1.2.

Setelah saya menjalani pembelajaran dari Modul 1.1 hingga Modul 1.2 ini, berikut adalah hal yang menjadi pembelajaran bagi saya (model refleksi 4P):

Peristiwa: 

Momen yang paling penting atau menantang atau mencerahkan bagi saya dalam proses pembelajaran Modul 1.1 hingga Modul 1.2 adalah ketika saya dicerahkan tentang bagaimana filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak. Saya begitu dikuatkan dengan 2 modul ini. Di modul 1.1 saya memahami pemikiran-pemikiran filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara di antaranya: "berhamba pada murid", trilogi pendidikan, kodrat anak, dan guru sebagai among. Dengan pemikiran-pemikiran tersebut saya dibantu untuk memahami diri masing-masing murid sebagai pribadi yang unik dengan potensi yang berbeda-beda. Sebagai guru, saya berperan untuk menuntun tumbuh kembang anak menurut kodratnya untuk menebalkan laku hidupnya yang baik menuju masa depannya. Di modul 1.2 Saya memahami nilai dan peran guru penggerak. Untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, maka guru terlebih dahulu mengenali dan menjalani profil ini, sehingga dapat menjadi teladan bagi muridnya. Nilai-nilai guru penggerak di antaranya: berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Peran guru penggerak adalah: menjadi pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, menggerakkan komunitas praktisi serta mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan memaknai nilai dan peran guru penggerak maka seorang guru dapat lebih maksimal dalam menjalankan tugasnya.

Kaitan antara Modul 1.1 dan 1.2 yang saya pahami adalah dua modul tersebut saling mendukung karena keduanya memberi pemahaman untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Perasaan: 

Saat momen itu terjadi saya merasa bahwa saya telah salah selama pembelajaran selama ini.

Pembelajaran: 

Selama ini saya hanya melaksanakan pembelajaran tanpa tahu filosofi pendidikan. Pikiran saya hanya terarah pada penyampaian materi pembelajaran di kelas dan ketuntasan capaian pembelajaran (dalam hal materi). Lebih dari itu arahnya hanya kepada penilaian akhir. Saya hanya fokus pada target pencapaian materi dan ketuntasan siswa melalui pemenuhan KKM. Yang lebih ekstrem adalah saya menganggap tugas saya sebagai guru adalah sebuah pekerjaan untuk penghasilan. Saya hanya berfokus pada tugas dari pimpinan. Jika tugas-tugas itu terpenuhi saya merasa bahwa saya sudah bekerja.

Setelah mempelajari kedua modul ini, saya dikuatkan bahwa sekolah adalah tempat menumbuhkan nilai pada anak. Dengan menguatkan nilai yang ada pada guru penggerak, saya mampu mengkolaborasikan nilai-nilai itu untuk melayani siswa menurut potensi dan kebutuhannya. Dengan memahami nilai dan peran serta filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara saya dapat berlaku sebagai teladan dan terutama melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Dengan demikian saya dapat menuntun siswa untuk menebalkan laku positif dalam dirinya. 

Penerapan ke depan (Rencana): 

Pengembangan diri yang sederhana, konkret dan rutin yang dapat saya lakukan sendiri dari sekarang, untuk membantu menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak adalah: 

  • Menerapkan pembelajaran yang berpihak kepada siswa, misalnya dengan penerapan model pembelajaran interaktif (berpihak pada murid)
  • Terus belajar untuk mendukung kualitas pembelajaran, baik secara autodidak maupun dengan pelatihan (mandiri)
  • Selalu melakukan refleksi pembelajaran untuk bahan perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran selanjutnya (reflektif)
  • Berkolaborasi dengan pihak lain untuk mendukung terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas (kolaboratif)
  • Selalu mencari ide-ide baru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan (inovatif)

Saya percaya, beberapa hal di atas dapat menguatkan nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak. Dengan melakukannya secara konsisten, saya mampu mengarahkan seluruh pembelajaran dan pembibingan bagi murid saya dengan lebih maksimal.


Lelogama, 15 Juli 2024

 

 

 

Rabu, 03 Juli 2024

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 (Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11 Tahun 2024)

 

Pembelajaran pada Program Pendidikan Guru Penggerak dimulai dengan mempelajari Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Pembelajaran modul ini mengikuti alur MERDEKA (Mulai dari diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata). Pada alur koneksi antar materi, calon guru penggerak (CGP) meninjau kembali tugas personal yang dikembangkan pada alur sebelumnya. Selanjutnya CGP membuat kesimpulan dan penjelasan mengenai pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara, membuat refleksi, dan mengontruksikan kembali proses pembelajaran dan suasana kelas yang sesuai pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Tulisan ini sedikit mengulas mengenai kesimpulan dan refleksi setelah mempelajari modul 1.1. 
Ketika mendengar nama Ki Hajar Dewantoro (KHD), pastinya pikiran kita langsung tertuju pada istilah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya di depan memberikan teladan; Ing Madyo Mbangun Karso, artinya di tengah memberi semangat dan Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan. Beberapa pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dapat saya rangkum adalah tentang kodrat anak, trilogi pendidikan, teori menuntun (among), dan pendidikan yang berpihak pada murid. 
Pertama, tentang kodrat anak. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya memperhatikan kodrat anak. Kodrat anak yang pertama adalah merdeka. Anak harus merdeka secara lahir dan batin. Anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk mengolah pengetahuan dan karakter. Dengan merdeka anak dapat hidup atas kekuatannya sendiri. Kodrat anak yang lain adalah bermain. Dengan bermain, anak dapat mengolah cipta, rasa, karsa, dan pekerti. 
Kedua, trilogi pendidikan. Kita ingat betul pada semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Semboyan-semboyan ini menekankan pentingnya sikap guru. Di depan, guru harus mampu menjadi teladan yang baik, di tengah-tengah guru harus mampu menjadi penyemangat dan motivator yang handal, dan di belakang guru harus mampu menjadi pendorong dan pemacu yang profesional. Dengan kemampuan tersebut, guru dapat menuntun siswa untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Ketiga, teori menuntun (among). Guru diibaratkan sebagai petani. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya padi,ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat/jamur, dan lain sebagainya. Petani tidak akan menjadikan padi menjadi jagung atau tanaman lainnya. Petani pun tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti halnya cara memelihara kedelai atau lainnya. Demikian halnya guru. Guru harus mampu memelihara dan menuntun murid sesuai kodratnya.
Keempat, pendidikan yang berpihak pada murid. Pendidikan yang berpihak pada murid, dalam konsepnya, menempatkan kepentingan dan kebutuhan murid sebagai prioritas utama. Mengakui bahwa setiap murid memiliki kebutuhan dan kemampuan yang unik, sehingga pendekatan pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat dan gaya belajar mereka. Dengan pendidikan yang berpihak pada murid, pengalaman belajar yang ditanamkan akan menjadi bermakna bahkan sampai pada capaian belajar anak.
Sebelum mempelajari modul 1.1, pembelajaran yang saya lakukan adalah hanya mentransfer materi pelajaran. Saya juga menganggap ketuntasan dalam penyampaian materi lebih penting ketimbang memahami karakteristik murid. Biasanya, saya hanya melihat nilai murid dari nilai kognitif saja. Misalnya saat mereka mengerjakan tugas atau ulangan harian. Jika nilai murid sudah mencapai KKM, maka saya menganggap pembelajaran sudah berhasil. Saya pun hanya meminta siswa untuk menghafal materi yang diajarkan, tanpa memikirkan bagaimana cara agar materi tersebut dapat dipahami sepenuhnya. Imbasnya, saya sering merasa gagal atau mengeluh jika banyak murid yang tidak tuntas setelah melakukan evaluasi. Saya tidak pernah mengidentifikasi minat dan bakat anak sebelum memulai pelajaran, karena saya beranggapan, bakat dan minat cenderung diasah dan diarahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan ko-kurikuler.
Setelah saya mempelajari modul 1.1 tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya menyadari, apa yang saya pikirkan dan lakukan selama ini tidak tepat. Seharusnya saya melakukan proses pembelajaran secara menyeluruh bukan hanya aspek kognitif saja, tetapi juga afektif psikomotor, spiritual, sosial, dan budaya. Selain itu, saya harus mempelajari karakteristik murid. Setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya harus menghargai setiap karakter murid dengan memberikan kesempatan untuk mereka tumbuh sesuai dengan kodratnya. Saya menyadari zaman sudah berubah. Murid kita sekarang adalah generazi Z yang hidup di tengah-tengah kecanggihan teknologi. Dengan memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya mulai merencanakan pembelajaran sesuai kebutuhan murid dan membantu murid menjadi manusia yang merdeka. Murid sebagai individu yang unik, berbeda satu dengan yang lain berhak mendapat tuntunan yang tepat sehingga murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Yang dapat segera saya terapkan dalam pembelajaran di kelas antara lain merancang pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan dengan melibatkan murid sesuai metode student center. Pembelajaran tidak lagi menuntut, tetapi menuntun. Sebab tugas guru adalah memberi tuntunan atau arahan yang baik kepada murid, berusaha menjadi teladan bagi murid baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dengan menjadi guru yang berkarakter baik, murid akan meniru sehingga dapat menjadi murid yang berkarakter lebih baik lagi.
Dengan memaknai semangat semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani,  saya akan terus berupaya untuk menjadi penuntun bagi mereka sesuai kekuatan kodrat alam dan kodrat zaman untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. 

Lelogama, 3 Juli 2024