Senin, 15 Juli 2024

KONEKSI ANTAR MATERI 

(Kesimpulan dan Refleksi)

Modul 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak)




Pembelajaran pada modul 1.2 (Nilai dan Peran Guru Penggerak) dalam program Pendidikan Guru Penggerak ini pun menggunakan alur merdeka. Setelah melalui alur: mulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman, tibalah pada alur koneksi antar materi sebelum aksi nyata. Pada koneksi antar materi ini, calon guru penggerak ditantang untuk melakukan refleksi menggunakan Model 4P yang sudah dipaparkan dalam Eksplorasi Konsep. Berikut uraian refleksi saya setelah mempelajari modul 1.1 hingga modul 1.2.

Setelah saya menjalani pembelajaran dari Modul 1.1 hingga Modul 1.2 ini, berikut adalah hal yang menjadi pembelajaran bagi saya (model refleksi 4P):

Peristiwa: 

Momen yang paling penting atau menantang atau mencerahkan bagi saya dalam proses pembelajaran Modul 1.1 hingga Modul 1.2 adalah ketika saya dicerahkan tentang bagaimana filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak. Saya begitu dikuatkan dengan 2 modul ini. Di modul 1.1 saya memahami pemikiran-pemikiran filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara di antaranya: "berhamba pada murid", trilogi pendidikan, kodrat anak, dan guru sebagai among. Dengan pemikiran-pemikiran tersebut saya dibantu untuk memahami diri masing-masing murid sebagai pribadi yang unik dengan potensi yang berbeda-beda. Sebagai guru, saya berperan untuk menuntun tumbuh kembang anak menurut kodratnya untuk menebalkan laku hidupnya yang baik menuju masa depannya. Di modul 1.2 Saya memahami nilai dan peran guru penggerak. Untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, maka guru terlebih dahulu mengenali dan menjalani profil ini, sehingga dapat menjadi teladan bagi muridnya. Nilai-nilai guru penggerak di antaranya: berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Peran guru penggerak adalah: menjadi pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, menggerakkan komunitas praktisi serta mewujudkan kepemimpinan murid. Dengan memaknai nilai dan peran guru penggerak maka seorang guru dapat lebih maksimal dalam menjalankan tugasnya.

Kaitan antara Modul 1.1 dan 1.2 yang saya pahami adalah dua modul tersebut saling mendukung karena keduanya memberi pemahaman untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Perasaan: 

Saat momen itu terjadi saya merasa bahwa saya telah salah selama pembelajaran selama ini.

Pembelajaran: 

Selama ini saya hanya melaksanakan pembelajaran tanpa tahu filosofi pendidikan. Pikiran saya hanya terarah pada penyampaian materi pembelajaran di kelas dan ketuntasan capaian pembelajaran (dalam hal materi). Lebih dari itu arahnya hanya kepada penilaian akhir. Saya hanya fokus pada target pencapaian materi dan ketuntasan siswa melalui pemenuhan KKM. Yang lebih ekstrem adalah saya menganggap tugas saya sebagai guru adalah sebuah pekerjaan untuk penghasilan. Saya hanya berfokus pada tugas dari pimpinan. Jika tugas-tugas itu terpenuhi saya merasa bahwa saya sudah bekerja.

Setelah mempelajari kedua modul ini, saya dikuatkan bahwa sekolah adalah tempat menumbuhkan nilai pada anak. Dengan menguatkan nilai yang ada pada guru penggerak, saya mampu mengkolaborasikan nilai-nilai itu untuk melayani siswa menurut potensi dan kebutuhannya. Dengan memahami nilai dan peran serta filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara saya dapat berlaku sebagai teladan dan terutama melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Dengan demikian saya dapat menuntun siswa untuk menebalkan laku positif dalam dirinya. 

Penerapan ke depan (Rencana): 

Pengembangan diri yang sederhana, konkret dan rutin yang dapat saya lakukan sendiri dari sekarang, untuk membantu menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak adalah: 

  • Menerapkan pembelajaran yang berpihak kepada siswa, misalnya dengan penerapan model pembelajaran interaktif (berpihak pada murid)
  • Terus belajar untuk mendukung kualitas pembelajaran, baik secara autodidak maupun dengan pelatihan (mandiri)
  • Selalu melakukan refleksi pembelajaran untuk bahan perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran selanjutnya (reflektif)
  • Berkolaborasi dengan pihak lain untuk mendukung terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas (kolaboratif)
  • Selalu mencari ide-ide baru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan (inovatif)

Saya percaya, beberapa hal di atas dapat menguatkan nilai dan peran saya sebagai Guru Penggerak. Dengan melakukannya secara konsisten, saya mampu mengarahkan seluruh pembelajaran dan pembibingan bagi murid saya dengan lebih maksimal.


Lelogama, 15 Juli 2024

 

 

 

Rabu, 03 Juli 2024

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 (Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11 Tahun 2024)

 

Pembelajaran pada Program Pendidikan Guru Penggerak dimulai dengan mempelajari Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Pembelajaran modul ini mengikuti alur MERDEKA (Mulai dari diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata). Pada alur koneksi antar materi, calon guru penggerak (CGP) meninjau kembali tugas personal yang dikembangkan pada alur sebelumnya. Selanjutnya CGP membuat kesimpulan dan penjelasan mengenai pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara, membuat refleksi, dan mengontruksikan kembali proses pembelajaran dan suasana kelas yang sesuai pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Tulisan ini sedikit mengulas mengenai kesimpulan dan refleksi setelah mempelajari modul 1.1. 
Ketika mendengar nama Ki Hajar Dewantoro (KHD), pastinya pikiran kita langsung tertuju pada istilah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya di depan memberikan teladan; Ing Madyo Mbangun Karso, artinya di tengah memberi semangat dan Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan. Beberapa pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dapat saya rangkum adalah tentang kodrat anak, trilogi pendidikan, teori menuntun (among), dan pendidikan yang berpihak pada murid. 
Pertama, tentang kodrat anak. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya memperhatikan kodrat anak. Kodrat anak yang pertama adalah merdeka. Anak harus merdeka secara lahir dan batin. Anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk mengolah pengetahuan dan karakter. Dengan merdeka anak dapat hidup atas kekuatannya sendiri. Kodrat anak yang lain adalah bermain. Dengan bermain, anak dapat mengolah cipta, rasa, karsa, dan pekerti. 
Kedua, trilogi pendidikan. Kita ingat betul pada semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Semboyan-semboyan ini menekankan pentingnya sikap guru. Di depan, guru harus mampu menjadi teladan yang baik, di tengah-tengah guru harus mampu menjadi penyemangat dan motivator yang handal, dan di belakang guru harus mampu menjadi pendorong dan pemacu yang profesional. Dengan kemampuan tersebut, guru dapat menuntun siswa untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Ketiga, teori menuntun (among). Guru diibaratkan sebagai petani. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya padi,ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat/jamur, dan lain sebagainya. Petani tidak akan menjadikan padi menjadi jagung atau tanaman lainnya. Petani pun tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti halnya cara memelihara kedelai atau lainnya. Demikian halnya guru. Guru harus mampu memelihara dan menuntun murid sesuai kodratnya.
Keempat, pendidikan yang berpihak pada murid. Pendidikan yang berpihak pada murid, dalam konsepnya, menempatkan kepentingan dan kebutuhan murid sebagai prioritas utama. Mengakui bahwa setiap murid memiliki kebutuhan dan kemampuan yang unik, sehingga pendekatan pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat dan gaya belajar mereka. Dengan pendidikan yang berpihak pada murid, pengalaman belajar yang ditanamkan akan menjadi bermakna bahkan sampai pada capaian belajar anak.
Sebelum mempelajari modul 1.1, pembelajaran yang saya lakukan adalah hanya mentransfer materi pelajaran. Saya juga menganggap ketuntasan dalam penyampaian materi lebih penting ketimbang memahami karakteristik murid. Biasanya, saya hanya melihat nilai murid dari nilai kognitif saja. Misalnya saat mereka mengerjakan tugas atau ulangan harian. Jika nilai murid sudah mencapai KKM, maka saya menganggap pembelajaran sudah berhasil. Saya pun hanya meminta siswa untuk menghafal materi yang diajarkan, tanpa memikirkan bagaimana cara agar materi tersebut dapat dipahami sepenuhnya. Imbasnya, saya sering merasa gagal atau mengeluh jika banyak murid yang tidak tuntas setelah melakukan evaluasi. Saya tidak pernah mengidentifikasi minat dan bakat anak sebelum memulai pelajaran, karena saya beranggapan, bakat dan minat cenderung diasah dan diarahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan ko-kurikuler.
Setelah saya mempelajari modul 1.1 tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya menyadari, apa yang saya pikirkan dan lakukan selama ini tidak tepat. Seharusnya saya melakukan proses pembelajaran secara menyeluruh bukan hanya aspek kognitif saja, tetapi juga afektif psikomotor, spiritual, sosial, dan budaya. Selain itu, saya harus mempelajari karakteristik murid. Setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya harus menghargai setiap karakter murid dengan memberikan kesempatan untuk mereka tumbuh sesuai dengan kodratnya. Saya menyadari zaman sudah berubah. Murid kita sekarang adalah generazi Z yang hidup di tengah-tengah kecanggihan teknologi. Dengan memahami filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya mulai merencanakan pembelajaran sesuai kebutuhan murid dan membantu murid menjadi manusia yang merdeka. Murid sebagai individu yang unik, berbeda satu dengan yang lain berhak mendapat tuntunan yang tepat sehingga murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Yang dapat segera saya terapkan dalam pembelajaran di kelas antara lain merancang pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan dengan melibatkan murid sesuai metode student center. Pembelajaran tidak lagi menuntut, tetapi menuntun. Sebab tugas guru adalah memberi tuntunan atau arahan yang baik kepada murid, berusaha menjadi teladan bagi murid baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dengan menjadi guru yang berkarakter baik, murid akan meniru sehingga dapat menjadi murid yang berkarakter lebih baik lagi.
Dengan memaknai semangat semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani,  saya akan terus berupaya untuk menjadi penuntun bagi mereka sesuai kekuatan kodrat alam dan kodrat zaman untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. 

Lelogama, 3 Juli 2024